Sunday, February 3, 2008

Cak Nun: Macan Berlaku Tikus

(Seputar Indonesia, 12 Januari 2008)

Apa komentar Anda jika seorang Cak Nun mengatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Saya secara spontan akan mengatakan ‘Ya’. Kenapa? Sejak kecil, semenjak belajar di sekolah dasar sekitar tahun 90-an awal, kata-kata itu sering saya dengar dari guru-guru saya. Sampai sekarang dan sampai kapan pun saya yakin masih tetap melekat dan tak akan luntur.

Bukan omong kosong meskipun dulu yang saya pahami, besarnnya Indonesia adalah besarnya tanah air dengan kekayaan alam yang sangat melimpah. Hutan, tambang, hasil kelautan, dan dari kesuburan tanah hingga apapun yang ditanam pasti bisa tumbuh dan menghasilkan.

Kebesaran Indonesia yang saya tahu juga berkat kebesaran nama Soekarno yang membawa Indonesia bisa dipandang di tingkat dunia. Lalu, setelah semuanya hilang, masihkah Indonesia menjadi negara yang besar?
Saya sadar, pemikiran saya terlalu cupet dalam memandang makna “besar” Indonesia?

Dan saya masuk dalam jajaran pemalas seperti yang diungkapkan Cak Nun dalam esainya, 12 Januari 2008 di Koran Seputar Indonesia (Sindo). Daripada mikir jauh ke belakang, mending dolan ke mal dan creambath di salon atau main gaple. Akhirnya kita tidak mengerti macan kita sehingga berlaku sebagai tikus. Kita selalu bilang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar: ternyata itu omong kosong dan bohong mlompong. Pernyataan bahwa kita adalah bangsa besar bukan pernyataan ilmiah, bukan pernyataan sejarah, bukan pernyataan spirit, bukan pernyataan kesadaran.

Lalu, Anda akan sedikit mengerti ‘Kebesaran Indonesia’ jika membaca tulisan Emha Ainun Najdib di dalam esainya dengan judul “Macan Berlaku Tikus”.

Esai itu konvensional, sebuah tulisan yang berisikan tentang bagaimana manusia Indonesia bersikap atas bangsanya sendiri. Tentu setelah mengerti dan mencoba memahami karekteristik manusia-manusia di dalamnya. Meski tulisan tersebut cukup biasa, namun bagi saya, sanggup memacu otak untuk berpikir dan merenung sejenak melihat apa yang sedang terjadi. Bagi saya esai ini menarik. Inspiratif.

Malu, kata Cak Nun, kalau bangsa ini nantinya hanya sepadan dengan Bush, Howard, atau malah kepada dua orang itu saja takut.

Malu, katanya pula, hanya karena klenik kebatinan khayalan yang bernama Rambo saja takut dan takluk. Hanya beberapa film saja mosok sudah cukup untuk dipakai mencuci otak ratusan juta manusia yang aslinya macan, sehingga berubah menjadi tikus. Menjadi bangsa yang kerdil, yang tidak percaya diri, pesimis, hingga mimpipun harus “impor” dari Hongkong, Macau, ataupun Hollywood. Kurang berani berpikir sendiri, sapere aude.

Sedangkan di sisi lain, penjual-penjual mimpi seperti parpol, yang melahirkan pemimpin besar, kurang memberi angin segar untuk bangsa. Kebanyakan dari mereka hanya berpikir menang meraih kursi kepresidenan

Jadi apapun parpol yang membangun diri, siapapun tokoh yang muncul,mbok ya punya cita-cita besar bertingkat dunia. Pahami bangsamu dengan seksama seluruh seginya luar dalam esok dan masa silamnya, dari situ kita gali cita-cita mendunia. Indonesia bisa menjadi mercusuar dunia. Indonesia menjadi pusat dunia. Indonesia menjadi Ibukota Dunia, sesudah Indonesia menemukan Ibukota sejatinya dan pindah dari Jakarta ke situ.

Pemimpin besar harus berpandangan futuristik. Berpikir bagaimana membangun bangsa tanpa harus menggantungkan diri pada negara lain. Bagaimana mendapatkan dana tanpa harus menjual aset-aset penting negara yang seyogyanya untuk kepentingan rakyat.
.

Bahkan tidak mustahil pemimpin Indonesia mampu lebih tajam dari De Gaull, lebih futurologis dari Lincoln, bahkan ada ratusan ribu pemimpin dunia yang bisa menjadi adrenalin dan aliran darah hangat seorang pemimpin baru Indonesia.

Tuhan pernah berkata jika tidak salah bunyinya seperti ini: Ud’uni Astajib Lakum; mintalah kepadaKu niscaya Aku akan mengabulkannya untukMu. Jadi mulailah bermimpi besar dan Anda akan menjadi “besar”. Andrea Hirata sudah membuktikannya, pengalamannya bisa dibaca dalam karya tetraloginya, Effendi Ghozali sudah memberi motivator dengan News.com-nya yang selangkah lebih maju, tak hanya berani bermimpi; “jangan hanya bisa mimpi, mulailah bergerak”. Dan Cak Nun melahirkan tulisan ini, menjadi motivator saya untuk bergerak.

Cak, mimpimu bukan hanya utopia dan omomg kosong. Tulisanmu tak akan sia-sia. Akan ada ribuan penelitian yang lahir bahkan ribuan buku akan terbit dari sejengkal tulisanmu di Koran tersebut. Salah satunya adalah tulisan ecek-ecekku yang mungkin tidak banyak berpengaruh untuk bangsa, namun mimpimu adalah mimpiku. Secercah harapan pasti akan lahir.

7 comments:

Unknown said...

anda suka tulisan caknun juga ya, saya punya banyak pengajian caknun.banyak juga pemikiran beliau yang sampai sekarang saya tidak bisa mencernanya tetapi menurut nalar bener. suatu ketika ditanya neraka itu baik atau buruk, banyak orang menjawabnya buruk, tetapi menurut caknun, neraka itu baik karena untuk mencuci dosa kita.dilanjutkan dengan pertanyaan yang lain, gombal itu baik atau buruk, banyak orang bilang buruk tetapi lantas ditanya bagaimana dengan keset, mereka jawab, keset itu baik. lantas kemudian apa bedanya keset dengan gombal kalo gitu... para hadirin terbengong, oh ya bener juga ya. lantas ada lagi pertnyaan dari cak nun: mulia mana peci apa sandal, dan ternyta sandal itu lebih mulia jika dilihat dari segi kesucian. seseorang yang ke masjid g pakai sandal maka harus wudlu dalu, tetapi beda lagi jika orang kemasjid tidak pakai peci ia tidak perlu wudlu dulu. Maka dari itu sandal lebih mulia sebenarnya daripada peci dari sudut pandang kesucian. tetapi bukan berarti lantas sandal ditaruh dikepala... ya tidak.(silahkan mampir ke blogq: anditriyawan.wordpress.com)kami ingin banyak silahturahmi

Unknown said...

saya menjadi jama'ah beliau sejak taun 2003 an. banyak jga ilmu beliau yg tak kita temukan di buku. kita bisa berdiskusi.

As'ad Prasetyawan said...

Alhamdulillah. . .
Para tentara tentara Alloh semakin menampakkan dirinya. .
Cak Nun telah banyak mengajarkanIlmu Hidup kepada kita semua. .

Salam Ma'iyah. .
Jamaah jogja. .

rossie mokoagow said...

Sejak tahun 1999 di mocopat syafaat, tidak ada secuilpun yg tdk manfaat...

Hamzah Guna Wijaya said...

Semoga pemikiran dr beliau (cak nun) bisa lbih membuka pkiran qta dlam menjalani kehidupan,
salam hamzah, jamaah maiyah, bangbangwetan surabaya,
blog saya
ncose.blogspot.com
salam maiyah

Unknown said...

salam jamaah maiyah.. zaman orde baru adalah ketika saya masih SD. sejak saat itu saya sudah sering dengar emha ainun nadjib. tapi tuhan baru memperkenalkan diriku dengan pengajian dan tulisannya januari 2012. salam maiyah dari jakarta.. hehe ( aldo harsa )

Sami'un Rajimin Blog said...

Sy jg salah satu orang yg terinspirasi dari pemikiran Cak nun. dari bidang ap saja. Pertama kali sy mengikuti Pengajiannya pada HuT Arema Ke 25,.Rasa-rasanya takut kalau di indonesia nanti gak ada lg tokoh semateng beliau.