Tuesday, October 21, 2008

Suratku buatmu:

Maaf, Janjiku tertunda sementara

Besok adalah hari terindah untuk sepupuku, Siti Rukilah. Tepat di tanggal 23 Oktober 2008, ia akan melangsungkan pernikahan yang akan menjadi awal hidup barunya dan kebahagiannya kelak untuk selamanya; doaku untuknya dari jauh, namun selalu dekat di hati.

Mulanya akan saya ucapkan kata maaf untuknya. Maaf untuk kehadiranku yang terlambat. Janjiku untuk datang beberapa hari sebelum pernikahannya ternyata belum bisa saya penuhi karena masih harus mengurusi keperluan untuk wisuda. Tapi yakin dan percayalah, hari ini saya akan meluncur dari Semarang untuk pulang ke kota tercinta kita.

Penyesalanku sebenarnya tidak hanya tertuju padanya. Beberapa bulan ini saya sering tidak bisa datang memenuhi undangan orang-orang terdekat saya. Yati, teman kampusku, yang baru saja menikah tanggal 7 Oktober beberapa hari yang lalu. Mbak Yanti dan Rahayu, sepupu dari pihak ibu dan bapakku, yang juga baru menikah dua bulan lalu. Saya minta maaf. Doaku selalu untuk kalian, beserta teman-teman saya yang menikah pada tahun 2008 dan 2007.

2007 dan 2008 menjadi tahun yang penuh sesak buatku. Hampir tiap bulan selalu saja ada undangan yang nempel di tangan. Undangan pernikahan. Tidak, tak ada kata gerah buatku untuk menerimanya karena itu sebuah kebahagiaan. Dan akhirnya, saya hanya bisa berdoa:

“Tuhan, langgengkan kebahagiaan orang-orang yang ada di sekitarku. Dan semoga kebahagiaan-kebahagiaan itu akan menjadi virus positif yang menular pada mereka yang berada dalam keputusasaan hidup, amin.”

(saya melihat berita di Seputar Indonesia yang tayang di RCTI, yang menginformasikan mengenai meningkatnya penghuni Rumah Sakit Jiwa di Indonesia yang ditengarai makin tingginya tingkat stres masyarakat Indonesia. Saya sangat prihatin).

Read More......

Alasan itu perlu dibuat

Sudah lama sekali saya tidak menulis untuk blogku tercinta. Ini bukan berarti tanpa alasan meskipun alasan memang semestinya harus dibuat. Beberapa alasan yang masuk akal adalah karena beberapa bulan kemarin saya harus menyelesaikan skripsi yang lama terbengkalai, dan sedikit sibuk dengan kerja paruh waktu. Namun kedua alasan tersebut masih bisa diatasi karena tersedianya komputer sewaan. Jadi, kapan saja ingin menulis, langsung saja menghidupkan komputer dan mengeluarkan semua unek-unek di kepala. Nah, alasan yang paling serius mengapa harus vakum sementara dalam menulis adalah saat masa sewa habis dan komputer tak lagi ada di tangan. Belum lagi flash disk ikut-ikutan eror. Sudah deh, dunia terasa tamat.

Tapi tunggu dulu,
Tuhan Maha Tahu yang terbaik buat diriku. Thanks God, Kau telah memberiku flash disk lagi melalui tangan indah ibuku. Love u so much. Dengan flash disk ini, nanti mungkin saya akan lebih sering ke internet dan menyimpan tulisan-tulisanku yang bisa kubuat dari komputer teman he3…thx…

Read More......

Sunday, May 11, 2008

Ceriwis: Mari belanja ke Singapura, Bu’…

Jumat siang sekitar pukul satu, saya nonton reality show yang dibawakan Indie Barens dan Indra Bekti. Sebuah tontonan yang cukup banyak penggemar karena terbukti bisa bertahan cukup lama. Mungkin sekitar enam tahun, saya tidak tahu pasti. Suksesnya acara ini juga bisa dilihat dari banyaknya iklan yang mereka dapat. Jika dulu iklan tak pernah masuk dalam acara (dipromosikan Indie Barens dan Indra Bekti langsung), sekarang kita bisa melihat aksi mereka dengan produk-produk sponsor yang diterima.

Ceriwis merupakan tayangan yang menghibur, termasuk tayangan yang dibuat tidak untuk beridealisme tingkat tinggi. Atau bisa dikategorikan tayangan yang komersil. Jadi sangat wajar jika produk (acara) dibuat untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Ceriwis bagian dari pohon duit Trans TV.

Dua hari yang lalu, 9 Mei 2008, saya melihat ceriwis dengan iklan yang bagi saya cukup mengejutkan. Background layar memperlihatkan gambar patung singa, dan sekaligus menampilkan keindahan kota berikon singa itu. Sejenak kemudian, beberapa perempuan Indonesia bercerita dengan wajah berbinar. Mereka memenangkan undian belanja ke negara tersebut.

Selanjutnya bisa ditebak, konsep acara hari itu dibuat “Singapura banget”. Panggung ditata seperti pusat perbelanjaan, dan perempuan-perempuan pemenang undian memperagakan berbelanja di Singapura . Satu lagi, Indra Bekti ditata laiknya perempuan dengan wig blow pendeknya, dan baju lengan terbukanya. Perubahan Indra Bekti menjadi perempuan seolah-olah melengkapi sebuah makna yang dimunculkan bahwa Singapura adalah surga belanja bagi perempuan.

Singapura cukup lihai memilih ceriwis sebagai partner promosinya. Di samping rating ceriwis cukup tinggi, penggemar yang sebagian besar ibu-ibu, merupakan aset yang sangat potensial untuk menggaet turis Indonesia untuk program Wisata belanja Singapura. Apalagi celotehan-celotehan khas ceriwis cukup ampuh mempengaruhi masyarakat. Inget dong..dong..dong..yang pernah cukup populer di masyarakat, kata ‘baguuuus…’ juga pernah melejit, dan akhir-akhir ini kata Bu’ sangat sering didengar di mana-mana. Lalu bagaimana pengaruh promosi Wisata Belanja Singapura terhadap masyarakat Indonesia?

Sejenak kita tinggalkan tanda tanya di atas dan coba menengok bulan-bulan akhir di tahun 2007. Ada apakah gerangan di akhir tahun tersebut?

Akhir 2007 merupakan bulan yang sempat heboh dengan pemberitaan promosi wisata Malaysia yang memakai Reog Ponorogo sebagai komoditas wisatanya. Kementerian Malaysia menyebut Reog Ponorogo dengan Tari Barong. Mereka berdalih bahwa Tari Barong merupakan salah satu budaya Malaysia yang sudah lama menjadi milik masyarakat Malaysia. Masyarakat Indonesia tidak terima, dan berita di media-media di Indonesia banyak menurunkan pemberitaan tersebut, tak terkecuali Trans TV.

Saya menangkap alasan penurunan berita tersebut tak lain karena nasionalisme yang dimiliki masing-masing insan media terhadap bangsanya. Mereka tidak rela jika aset bangsa yang menjadi kekayaan Indonesia lebih memberi kemanfaatan bagi bangsa lain. Penurunan berita tersebut, selain menumbuhkan rasa kepemilikan aset bangsa bagi masyarakat, juga sebagai ajang pemersatu masyarakat Indonesia.

Dengan adanya berita tersebut, media juga sangat diuntungkan. Kasus yang menyangkut permasalahan orang banyak tentu sangat diminati, dan ujung-ujungnya adalah rating dan keuntungan sebesar-besarnya bagi pelaku bisnis. Dan akhirnya, apa sebenarnya yang ada di pikiran pebisnis-pebisnis media dengan penayangan berita semacam itu? Tiap media pasti mempunyai alasan yang berbeda-beda.

Lalu bagaimana dengan iklan promosi wisata belanja Singapura yang ditayangkan ceriwis? Tentu sangat kontras dengan kejadian akhir 2007 lalu saat Trans TV sangat getol menurunkan berita tentang Tari Barong Malaysia. Sebuah tanda sempat terlintas, “Malaysia no, Singapura yes”. Adakah yang istimewa dengan Singapura? Tentu saja negara Singa itu sangat menggiurkan iming-iming dolarnya.

Hal yang sangat menyedihkan ketika kita mengingat bahwa tahun ini adalah tahun ditetapkannya program “Visit Indonesia 2008” oleh pemerintah. Indonesia berusaha menggait turis masuk ke dalam, dan ceriwis berusaha mencari orang-orang yang bersedia membelanjakan uangnya ke negara tetangga.

Mei bulan kebangkitan Nasional

Beberapa iklan yang tayang di televisi, akhir-akhir ini agaknya ada yang berbeda. Iklan indosat dan telkomsel misalnya memilih konsep cinta tanah air untuk iklan terbarunya. Pemilihan konsep yang tidak seperti biasanya ini tentu beralasan. Jika boleh ditelusuri, dan dikaitkan dengan penayangannya pada bulan Mei tentu berkait dengan keberadaan bulan ini yang istimewa. Mei, tepatnya tanggal 20, adalah Hari Kebangkitan Nasional. Jadi sangat wajar jika kedua iklan operator terkemuka di Indonesia itu lebih menjatuhkan konsep nasionalisme untuk memengaruhi penggunanya.

Tujuan yang bisa dilihat dari adanya kedua iklan itu sudah sangat jelas, yaitu komersialitas. Tanpa diamati lebih mendalam pun tujuan iklan tersebut sudah sangat tertebak karena alasan yang sangat mendasar dari sebuah penayangan iklan adalah menggaet konsumen. Namun yang perlu digarisbawahi, jika kita ingin melihat segi positifnya adalah penghargaan terhadap bulan Mei sebagai bulan Kebangkitan Nasional.

Sebuah iklan yang bertujuan dasar komersil dan sebuah program televisi yang berdasar sama, komersialitas. Namun, bisakah perhitungan keuntungan dipertajam dengan dampak yang diakibatkannya?

Pengaruh ceriwis yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat tentu tidak menutup kemungkinan ajakan Indie untuk beramai-ramai belanja ke Singapura juga diikuti masyarakat. Akankah masyarakat yang konsumtif akan dibawa semakin konsumtif?

Read More......

Thursday, May 1, 2008

Juru Tulis

Ceritakan mimpimu padaku dan ku kan mencatatnya dalam kertas-kertas khusus
aku seorang notulen, tentu bisa mendengarkan dan menuliskannya untukmu

perlukah aku yang merajutnya
atau Anda bisa menyortir dan merangkainya sendiri
jika ada kepercayaan yang Sampean letakkan pada kepalaku
tentu itu lebih menyenangkan

sebuah pilihan yang ringan, tentu...

sekarang hanya menunggu waktu dan silakan melayang
aku akan tetap duduk di sini
dalam rotan yang telah terpatri

tak usah takut sesuatu yang gaib
lakukan saja,
dan terus lakukan
biarkan hasil itu mendekat rapat
dan ia akan terus mendekapmu
sampai aku tak mengetahuinya kemudian,
kemudian, kemudian, kemudian,....

Read More......

Say “yes” to know about HIV/AIDS

Jangan pernah antipati terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan HIV/AIDS. Ia bisa mengancam siapa saja termasuk mereka yang cenderung berperilaku “bersih”.


Ini Fakta. Yayasan Pelita Ilmu (YPI) menyatakan telah menemukan ibu rumah tangga dan bayi-bayi positif HIV. Konseling dan tes darah yang dilakukan yayasan tersebut antara tahun 2003-2006 terhadap 2470 ibu hamil di permukiman padat penduduk Jakarta menunjukkan 11 atau 0,5 % di antaranya HIV positif.

Alasan yang mungkin mengenai ditemukannya kasus ibu rumah tangga “bersih” mengidap HIV positif adalah karena pasangan mereka telah lebih dulu terkena virus mematikan tersebut. Bisa karena jajan sembarangan, atau melakukan hubungan intim dengan perempuan pengidap HIV positif.

Selain itu, bisa juga disebabkan karena pasangan mereka pernah mengonsumsi narkoba suntik. Jarum suntik yang dipakai bergantian antar pemakai sangat rawan menularkan HIV.

Human Immnunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab AIDS. Sedangkan AIDS kependekan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrom, yaitu sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS sangat mudah tertular berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun.

Lebih lanjut tentang HIV/AIDS:
* Media penularan HIV
1. Cairan darah
2. Cairan sperma maupun cairan vagina yang terinfeksi HIV
3. Air susu ibu yang terinfeksi

* Cara penularan HIV/AIDS
1. Berhubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi HIV
2. Transfusi darah menggunakan darah yang terinfeksi HIV
3. Jarum suntik dan media benda tajam yang terinfeksi HIV
4. Ibu hamil yang terinfeksi HIV bisa menularkan pada janin dalam kandungan saat persalinan dan menyusui

* HIV/AIDS tidak menular melalui hal-hal berikut:
1. Bersalaman, ciuman pipi, berpelukan, bersentuhan
2. Memakai peralatan makanan dan minuman yang sama dengan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
3. Digigit serangga atau nyamuk
4. Berbagi pemakaian fasilitas umum seperti kamar mandi atau WC, kolam renang
5. ODHA batuk atau bersin di dekat kita
6. Hidup serumah dengan ODHA

* Stop HIV dan cegah dengan:
1. Tidak melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan tanpa kondom
2. Cobalah bersetia dengan pasangan
3. Hindari pemakaian jarum suntik bergantian
4. Bagi ibu hamil, sebaiknya melahirkan melalui caesar untuk menghindari virus yang terdapat pada vagina. Dan berilah bayi Anda susu formula karena air susu ibu menjadi bagian media penyebar HIV.

Deteksi AIDS terbilang sulit. Hingga beberapa tahun, pengidap HIV bisa tidak menunjukkan gejala-gejala klinis, namun ia sudah dapat menularkannya pada orang lain.

Ada beberapa hal yang perlu diwaspadai pada seseorang yang mengalami hal berikut. Bisa saja ia termasuk orang yang terkena virus tersebut. Di antaranya adalah berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan, diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, batuk menetap lebih dari 1 bulan, infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

Untuk lebih memastikan, satu-satunya cara mengetahui terkena tidaknya HIV, sebaiknya melakukan tes darah di rumah sakit atau laboratorium khusus. Semoga berguna. Matursuwun.

Referensi: dari berbagai sumber.

Read More......

Wednesday, March 26, 2008

Saya Dibuai Cinta Seorang Perempuan Solo;Siti Fadilah Supari

Sosok yang berhasil mereformasi sistem di WHO yang telah mapan selama hampir 60 tahun

Kata orang benci dan cinta hanya berbatas kain tipis. Orang yang membenci berlebihan ujung-ujungnya akan terjatuh pada dekapan cinta. Karena itu, orang-orang dulu sering mewanti-wanti janganlah bersikap berlebihan atas kata benci ataupun kata cinta karena bisa saja kata-kata tersebut bermetamorfosis 180 derajat atas apa yang tidak kita inginkan. Dan ternyata itu benar adanya, kata-kata bijak yang saya abaikan sekarang menimpa diri saya. Sebuah cinta yang berawal dari kebencian. Hebatnya tak ada keresahan yang mengkhawatirkan, dan saya bersyukur atas itu.

Dia perempuan Solo. Seorang dokter yang lahir dari Universitas terkemuka di salah satu kota besar di Jawa Tengah, Universitas Negeri Solo (UNS). Ia adalah DR dr Siti Fadilah Supari, Sp JP (K), seorang Menteri Kesehatan era SBY-JK.

Cinta saya pada beliau tumbuh baru kemarin sore, 25 Maret 2008. Biang keladinya sohib dekat saya, yang seorang perempuan juga. Ia baru saja datang dari kuliah umum di gedung Pasca Sarjana Undip. Kuliah Umum yang diselenggarakan Fakultas Sastra Undip yang bertajuk “Saatnya Dunia Berubah” –In the Spirit of Dignity, Transparancy and Equity- oleh dr Fadilah Supari sendiri. Ekspresi sohib saya penuh kegembiraan dan kebanggaan saat datang dan menghampiri saya. “Oh, wajar baru ketemu menteri,” pikirku.

Sejujurnya saya tak pernah berminat untuk tahu tentang sosok seorang Menteri Kesehatan era sekarang, Siti Fadilah Supari. Sepengetahuan saya, yang tentu tahu beliau hanya dari televisi, beliau adalah orang yang keras, sering ceplas ceplos dalam berbicara, kurang menghargai orang lain, dan kurang peduli terhadap orang. Tapi stigma itu mulai luntur oleh cerita sohib saya yang melihat beliau secara langsung.

Karakter yang sangat nampak pada diri beliau adalah keras dan tak mau kenal kompromi. Mungkin karena sifat itulah ditambah prinsip kerja dengan hati nurani, beliau berhasil mereformasi sistem di WHO yang telah mapan selama hampir 60 tahun. Sebuah sistem yang tanpa keadilan, ketransparanan, kesetaraan antar bangsa dalam bidang kesehatan. “Menteri Kesehatan Republik Indonesia memerangi Flu Burung bukan hanya dengan obat-obatan tetapi juga dengan ketransparanan,” the Economist (UK).

Berikut cerita singkat perjuangan Menteri Kesehatan Indonesia, Siti Fadilah Supari yang diambil dari tulisan beliau untuk kuliah umum di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang:

Sebagai catatan, setiap Negara yang terkena penyakit menular seperti Flu Burung harus menyerahkan spesimen virus secara sukarela ke GISN (Global Influenza Surveilance Network) yang seolah-olah bagian dari WHO. Virus yang telah diterima oleh GISN sebagai wild virus menjadi milik GISN; kemudian diproses untuk risk assessment dan riset para pakar. Di samping itu, tanpa pengetahuan si pengirim, virus tersebut juga diproses menjadi seed virus (yang kemudian dipatenkan). Dan dari seed virus inilah dapat dibuat suatu vaksin.

Tetapi kewajiban ini tanpa diimbangi oleh pihak WHO dengan suatu keterbukaan, kemana virus itu dimanfaatkan. Ujung-ujungnya, setelah menjadi vaksin dipatenkan perusahaan farmasi tertentu yang berada di Negara maju (Amerika Serikat). Kemudian beratus-ratus juta dosis vaksin ditawar-tawarkan dengan harga sangat mahal oleh industri farmasi ke negara yang menginginkan vaksin tersebut, termasuk ke Negara-negara yang terkena Flu Burung yang notabene negara-negara sedang berkembang bahkan miskin. Kemudian saya tersentak ternyata GISN bukan bagian struktural dari WHO, tapi merupakan underjurisdiction US Government!

Kekecewaan saya semakin memuncak manakala terjadi kasus meninggalnya berturut-turut tujuh orang pada satu keluarga di Tanah Karo, Sumatra Utara. Ternyata WHO dengan semena-mena menuduh telah terjadi human to human transmission (menular dari manusia ke manusia) dengan disiarkan langsung CNN. Padahal pada pemeriksaan sequencing DNAvirus-virus yang berada di sana, ternyata masih dalam bentuk yang sama dengan yang menular dari hewan ke manusia (animal to human transmission).

Pada momentum inilah saya mendapatkan kenyataan bahwa ada ketertutupan dari WHO-CC terhadap scientist dunia, di luar scientist WHO. Bahkan saya baru tahu kalau data sequencing DNA berada di Los Alamos, New Mexico (AS). Pada kesempatan ini juga pada tanggal 8 Agustus 2006 sejarah dunia mencatat bahwa Indonesia menjadi pelopor pertama di dunia untuk mentransparankan data DNA virus di Gene Bank. Hal ini sangat membahagiakan para ilmuwan di dunia karena selama 60 tahun para ilmuwan tidak bisa mengakses secara bebas data sequencing DNA dari WHO (kecuali 15 scientist). (Selengkapnya silakan baca di buku Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung karya Siti Fadilah Supari).

Untuk perjuangan yang tak kenal lelah, saya hanya bisa mangatakan salut untuk Ibu Siti Fadilah Supari. Semoga keberhasilan itu menjadi inspirasi untuk menguak ketidakberesan sistem di dunia dalam segala bidang terlebih di Indonesia tercinta sendiri. Tidak ada lagi eksploitasi bangsa yang kuat terhadap bangsa yang lemah. Dan tujuan utama menuntut kesetaraan hubungan antar bangsa akan benar-benar terwujud.

Read More......

Saturday, March 15, 2008

Minggu Pagi di Simpang Lima

Minggu 16 Maret 2008, hari ini, pagi-pagi sekitar pukul 05. 30 WIB saya keluar dari daerah kekuasaan saya (kos-kosan maksudnya) bersama seorang teman perempuan. Sohib saya yang satu ini ingin belanja pakaian di pusat perbelanjaan Simpang Lima. Pertanyaannya sekarang, sudah adakah kios yang buka sepagi itu?

Jawabnya ada di cerita saya berikut. Cerita ini tidak wajib dibaca untuk orang yang sudah mengerti atau orang asli Semarang. Tapi, tentu saja tidak berdosa kalau membacanya..he2..

Setiap hari Minggu pagi, biasanya dimulai dari Sabtu sore, banyak pedagang bertumpah ruah di alun-alun Simpang Lima. Mereka menawarkan beraneka macam dagangan, lumayan lengkap lah. Ada pakaian, sandal, meja belajar, jajanan pasar hingga kue-kue macam brownis dan tempura, buah-buahan, buku bekas, obat-obatan tradisonal, bumbu-bumbu masak, poster-poster artis, hingga permainan lempar gelang ke botol. Asyik berbelanja dan asyik bermain.

Mungkin hal ini tak berbeda dengan pasar-pasar kebanyakan tapi kemunculannya yang tidak tiap hari membuat keramaian pagi di Simpang Lima tampak eklusif.

Dulu, setahun atau dua tahun yang lalu, saya sering berkunjung ke pasar pagi tersebut. Saya dan teman-teman yang memakai jilbab, biasanya lebih suka berburu jilbab di sana. Di samping harganya yang lebih murah, jilbab yang ditawarkan bervariasi dan sesuai trend yang ada.

Selain jilbab, teman-teman saya hobi sekali nyari awul-awul. Awul-awul ialah pakaian second yang masih layak pakai. Dengar-dengar sih barang-barang itu import dari Malaysia, Singapura, Korea dan negara-negara lain. Alasan mereka yang suka buru awul-awul adalah soal harga yang tentu saja sangat murah. Dan jika pintar memilih bisa dapat yang benar-benar bagus. Sepuluh ribu bisa dapat tiga potong baju. Harga yang menakjubkan tapi saya sendiri tidak tertarik.

Ketidaktertarikan saya tentu bukan karena gengsi, namun lebih kepada harga diri bangsa (ceile..he2). Jika barang-barang mewah seperti elektronik saja kita import, layakkah sampah-sampah seperti itu juga harus diimport?

Jika teringat import kondom bekas perusahaan Latex yang sempat heboh beberapa bulan lalu, saya merasa miris sendiri. Namun semua terserah pribadi masing-masing. Tiap orang punya niat dan pertimbangan sendiri untuk memutuskan sesuatu, termasuk minat membeli awul-awul.

Terlepas dari itu semua, berkunjung ke Simpang lima tetap punya sensasi tersendiri. Menikmati segarnya pagi di ibu kota Jawa Tengah dan berkeliling menyusuri kota jika Anda berminat menyewa andong untuk jalan-jalan. Bagi yang suka ngeceng, tentu saja tak akan rugi. Perempuan-perempuan cantik maupun pemuda-pemuda ganteng banyak yang berkeliaran di sana. Silakan dibuktikan jika Anda mampir ke kota Lunpia tersebut.

Read More......

Life is Beautiful

Saat menatap laut, ku katakan hatiku begitu damai
Suara gemericik air membawaku pada
Angan yang…
Memberi ruang tanpa bentuk keindahan semu

Nyata, jiwa ini telah mati
Jiwamu pun bagitu

Barangkali beginilah
Sisi yang mewujud pada malam remang-remang
Kala itu

Sudah
Relakan semua
Nasib mengajarkan pada kebaikan yang tidak baik

Namun,
Adakah sesuatu yang tersisa?
Yang akan membawa pada binar mata juga senyum hati
Untuk semua

Harapku,
Bayangku,
Masih tertuju pada cita yang terajut
Pagi itu

Senjaku cantik sekali…

Read More......

Friday, February 8, 2008

Dewa punya hati, Sayang…

Terimakasih telah mengertiku
Menjejak langkah menuju lorong surgamu yang Agung
Emas menyala-nyala di atasnya
Penuh pesona dalam pencarianmu kini, juga nanti

Percayakah kau pada keajaiban waktu?
Dewata menciptakannya dengan hati dan perasaan
Tentu di dalam arasy-Nya, di atas langit

Kelak kau akan tahu
Bagaimana Ia dengan senyum-Nya berucap pada kita
Tentang kebenaran dan keindahan sebuah takdir
Pada diri engkau, aku, dan mereka

Tuhanku Maha Pengasih dan Penyayang
Tiada yang lebih dari pada-Nya

Read More......

Menuju Islam Inklusif

Dekonstruksi Sastra Pesantren
Dr M Abdullah M.A


Belakangan ini, banyak pemikir Islam dari halaqah (majlis ta’lim) di masyarakat, terutama aktivis kampus dan aktivis pesantren yang menyuarakan gagasan baru dan sistem penafsiran baru terhadap ajaran Islam, khususnya ilmu kalam. Kelompok ini terang-terangan menghantam ajaran teologi Asy’ariyah, ajaran yang banyak dianut warga NU.

Fenomena ini makin menguat dengan munculnya gerakan pembaharuan Islam. Motornya dari kelompok pengajian Paramadina (pimpinan alm Nurcholis Madjid), beberapa cendekiawan Islam UIN Jakarta, dan munculnya LSM Jaringan Islam Liberal (JIL) yang dipelopori oleh Ulil Abshar Abdalla (Direktur Freedom Institute dari generasi muda NU), juga Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), dan beberapa kelompok liberal lainnya.

Intinya, pandangan mereka terhadap agama, Al-Quran, dan eksistensi Tuhan sangat inklusif dan berpaham liberal. Kelompok “pembaharu” ini menganut teologi Pluralis, sebuah teologi yang didasarkan pada kemajemukan paham sebagai sebuah kebenaran. Mereka menganggap semua agama benar. Dalam masalah ketuhanan, kelompok ini berusaha mereduksi makna eksistensi dan keabsolutan Tuhan. Kelompok inilah yang disebut sebagai Islam Inklusif, atau Islam Rasionalis.

Bukan hanya itu. Pemikir NU sendiri pun menyuarakan kritik terhadap paradigma Asy’ariyyah. Serangan yang cukup gencar dilakukan oleh said Agil Siradj, Masdar Farid Mas’udi, Zuhairi Misrawi dari tokoh kritis NU. Mereka mengkritik keras terhadap warisan doktrinal Ahlussunah Waljama’ah di lingkungan NU yang banyak dipengaruhi doktrin teologi Asy’ariyyah.

Dikatakan bahwa teologi Asy’ariyyah telah lama membawa umat Islam ke dalam kondisi yang statis dan beku dari kemajuan modernitas. Mereka juga mengatakan dampak dari teologi Asy’ariyyah itu membawa kecenderungan umat Islam pada prostatus quo, pro-establisment, dan cenderung menghindari kritik terhadap penguasa.

Muncul dugaan, kritik Agil Siradj banyak diilhami oleh tulisan-tulisan Al-Jabiri, seorang filsuf Mesir kelahiran Maroko yang terkenal dengan “kritik nalar arab”-nya.
Kritik Al-Jabiri terhadap teologi klasik seperti madzhab Asy’ariyyah sangat tampak pada komentarnya bahwa teologi yang dianggap paling fundamental dalam tradisi Islam ini harus dibangun kembali sesuai dengan perspektif dan standar modernitas. Untuk itu, ia mengajukan neo-kalam (ilmu kalam baru).

Ilmu kalam baru itu tak hanya mengajarkan doktrinal sebagaimana yang pernah dipahami Al-Asy’ari, Baqillani dan Al-Ghazali. Ilmu itu lebih merupakan revolusi ideologis untuk melawan kebekuan pemikiran Islam klasik.

Dari sini, dapat dipahami mengapa Nuruddin Ar-Raniri terusik untuk menerjemahkan kitab dari bahasa Arab ke dalam bahasa melayu. Terjemahan ini dimaksudkan untuk memberikan jawaban kepada umat Islam tentang pemikiran ilmu kalamnya Abu Hasan Al-Asy’ari.

Ar-Raniri, ulama Aceh, menganggap betapa pentingnya kitab semacam itu menjadi bacaan umat Islam. Sehingga ia merasa perlu menerjemahkannya ke dalam bahasa Melayu. Terjemahannya kemudian diberi judul Durrat Al-Fara’id bi Syarh al-Aqa’id.

Kajian kitab tersebut bertumpu pada diskusi panjang antara Asy’ariyyah (ortodoks) dan Mu’tazilah (kaum rasionalis) tentang pokok-pokok ushuluddin. Diantaranya ada lima pokok bahasan, yaitu hubungan akal dan wahyu, kehendak bebas perbuatan manusia (free will), antara kekuasaan Allah (taqdir) dan usaha perbuatan manusia, sifat-sifat Tuhan Allah, dan keadilan Tuhan Allah.

Karena itulah kitab Durrat Al-Fara’id bi Syarh al-Aqa’id dirasa penting diteliti karena bagian dari sastra Pesantren yang sangat berpengaruh pada masa depan Islam.

Dalam buku Dekonstruksi Sastra Pesantren, Muhammad Abdullah tak hanya menulis tentang kajian kritisnya terhadap karya Ar-Raniri. Ia juga mencoba meneliti ulang kitab Sifa’Al-Qulub yang pernah diteliti oleh C.A.O. Van Nieuwenhuijze. Dan ia menemukan beberapa kesalahan fatal dari penelitian Nieuwenhuijze.

Selain itu, ada juga penelitian tentang Wirid, Hizib, dan Wifiq yang menjadi bagian penting dalam sastra pesantren. Dan juga ada kajian tentang sastra Lisan pesantren di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah.

Dalam sejarah intelektual Indonesia, pesantren merupakan basis pengajaran Islam tradisional yang berakar dari kitab-kitab Islam klasik. Dari pesantren itulah dapat diketahui sistem pengajaran yang didasarkan pada sumber-sumber tertulis berupa naskah-naskah klasik maupun kitab klasik terbitan Timur Tengah yang merupakan karya ulama salaf. Kitab-kitab jenis inilah yang dalam sastra Melayu dan tradisi pesantren dikenal sebagai sastra kitab, atau secara khas disebut kitab kuning.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah definisi sastra pesantren hanya terbatas kepada karya-karya yang bersumber pada kitab, yang notabene berbahasa arab. Bagaimana dengan karya-karya yang dihasilkan oleh santri lokal, yang tidak menggunakan bahasa Arab. Apakah ini juga bisa dikatagorikan sebagai sastra pesantren. Dan termasuk juga, munculnya karya sastra pesantren belakangan ini, yang banyak ditulis oleh santri muda, yang masuk dalam arus sastra Populer, seperti yang dimotori oleh Komunitas Matapena, asuhan LKiS Yogyakarta?

Selain itu juga, dari sisi pengarang, apakah sastra pesantren harus dilahirkan oleh santri. Dan apakah yang disebut sastra pesantren adalah karya sastra yang bercerita tentang tema pesantren, yang menggunakan latar pesantren?

Beragam pertanyaan di atas tidak terjawab dalam buku yang merupakan hasil disertasi program doktor dosen Jurusan Sastra Indoensia Undip itu.

Namun demikian, meski tidak menjawab permasalahan sastra pesantren secara faktual, buku ini dengan baik mampu mengurai akar kemunculan sastra pesantren di Indonesia. Setidaknya ini bisa menjadi pijakan awal bagi mereka yang hendak memahami sastra pesantren secara mendalam.

Membaca buku ini, kita akan dibukakan kepada kearifan para pemikir islam yang tumbuh di kalangan pesantren. Bukan seperti citra yang muncul belakangan, pesantren sebagai basis gerakan islam fundamental yang sarat dengan terorisme. Dan akhirnya, kontribusi para pemikir pesantren dalam perkembangan sastra dan khasanah pemikiran intelektual Indonesia tak bisa dinafikan lagi.

Read More......

Monday, February 4, 2008

Cerita Pagi

Sobat,
Ragamu penuh luka
Rasamu penuh lara
Matamu berkaca-kaca
Apa yang kau sesalkan, apa yang kau bahagiakan tetap terasa hampa

Bukan,
Aku tidak berkata bahwa dukamu adalah dukamu, sukamu is sukamu
Dengarkanlah, dan kau akan semakin mengerti

Kau duduk merenung, mengucap kisah tak ada ujung
Lalu,
Kau kembali menyapa warna dalam hitam putihmu
Tidakkah kau mengerti

Tataplah langit saat hujan mulai reda
Ya
Pesona pelangi akan membawamu pada sebuah teka teki
Hidup, bahagia, derita

Aku mendengarmu
Aku merasamu

Namun,
Keindahan yang kau cari tetap melakat pada pucuk jari lentikmu.

Dan kau tahu itu!!!








*Puisi ini saya dedikasikan untuk sobat kecilku yang selalu bermimpi tentang negeri di atas awan, SA.

*Dan untuk sobat-sobat saya yang menyatu dalam hati, ‘selalu ada keajaiban, maka bangun dan berlarilah….’

Read More......

Geliat Energi Positif; Habis Gelap Cepatlah Terang

Keterpurukan itu mulai muncul sepuluh tahun belakangan. Entah apa yang menyebabkan derita berlama-lama menghampiri negeri ini. Yang pasti, kejadian-kejadian buruk beruntun seolah tak mau berhenti, semenjak gonjang ganjing reformasi 1998 lalu. Dari gejala sosial hingga gejala alam. Dari isu perikemanusiaan hingga melangkanya flora fauna akibat ulah manusia.

Coba kita tengok sebentar apa yang terjadi antara tahun 1998 hingga sekarang. Orde baru runtuh yang secara otomatis tampuk kepemimpinan rezim berkuasa harus diganti. Perebutan kekuasaan mulai terjadi, anarkisme tak terelakkan. Yang menjadi pemandangan miris saat itu adalah perilaku masyarakat yang diliputi emosi. Pertikaian di mana-mana, penjarahan merajalela.

Krisis ekonomi yang kala itu menjadi isu hangat dunia pun ikut menghantam Indonesia. Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok tak terelakkan. Masyarakat semakin tercekik. Indonesia yang tinggal selangkah dinobatkan menjadi negara maju oleh dunia Internasional, kembali jatuh menjadi negara miskin. Macan Asia itu menjadi ompong.

Keadaan ini semakin buruk ketika banyak pemberontakan di daerah-daerah yang menyuarakan disintegrasi. Ketidakpuasan pemerataan ekonomi menjadi penyebabnya. Pemerintah pusat hanya mengeruk tanpa membangun.

Penderitaan belum berakhir. Seolah tak ingin ketinggalan, alam mulai menampakkan kebengisannya. Bencana ikut meramaikan tahun-tahun kelam. Tsunami yang terjadi di Aceh dan Sumatra Utara, banjir yang hampir tiap tahun melanda ibukota Jakarta dan banyak kota lain di Indonesia, gempa Jateng dan DIY, bencana Lumpur Lapindo, hingga permasalahan rusaknya hutan di Indonesia.

Banyaknya permasalahan yang melanda Indonesia,tentu pemerintah tak tinggal diam. Banyak hal dilakukan untuk memperbaiki keadaan. Di antaranya mencegah disintegrasi meskipun satu provinsi telah lepas, Timor Timur. Selain kehilangan provinsi termuda itu, Indonesia juga kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan, dan beberapa pulau kecil Indonesia yang telah diprivatisasi. Hilang pulau, hilang pula Badan Usaha Milik Negara. Beberapa perusahan pemerintah dijual untuk memperbaiki ekonomi Indonesia. Namun, hasilnya bisa dilihat sekarang. Indonesia belum bisa bangkit, rakyat masih belum sejahtera.


Sadar kreasi

Untuk membangkitkan ekonomi rakyat, perlu kesadaran semua pihak, tak terkecuali rakyat itu sendiri. Hal inilah yang akhir-akhir ini banyak dibidik televisi nasional. Beberapa media mencoba menawarkan acara-acara inspirarif yang bagi saya sendiri cukup menarik. Bad news is a good news tak lagi menjadi satu-satunya jargon media sebagai dalih ‘menuju perbaikan’. Berita-berita bagus (good news) perlu ditayangkan untuk membangkitkan positivisme rakyat. Dampak paling kecil yang bisa diharapkan adalah kekreatifan masyarakat sendiri untuk meningkatkan perekonomian masing-masing.

Satu contoh menarik yang pernah ditayangkan salah satu televisi swasta nasional adalah liputan tentang seorang ibu muda di Solo yang berusia sekitar 35 tahun. Bermodal bisa menjahit, ia mengumpulkan sampah-sampah plastik limbah keluarga seperti plastik deterjen, pewangi, dan berbagai sampah plastik lainnya yang kemudian disulap menjadi tas-tas cantik yang layak jual. Hal yang tak jauh beda mungkin banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia di luar sana. Dengan maraknya tayangan-tanyangan inspiratif seperti itu, semoga pertelevisian Indonesia bisa turut andil membangun Indonesia sejahtera. Pasalnya, selama ini pengaruh televisi masih menjadi hipnotis yang paling kuat untuk masyarakat, terlebih untuk kalangan menengah ke bawah.

Sadar kreasi juga ditunjukkan sebagian kecil televisi Indonesia untuk program-program unggulannya.
Beberapa di antaranya mengangkat budaya seperti ‘Ngelenong Nyok!’ yang di samping bisa menjadi tontonan yang menghibur, acara semacam itu juga bisa berdampak untuk kelestarian budaya, dan jika dikembangkan tentu bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai aset budaya yang layak dipromosikan dalam program pemerintah, Visit Indonesia 2008. Selain itu, yang bagi saya sendiri menarik dan kreatif adalah segmen Sinden Gosip dalam extravaganza. Perpaduan Sinden yang eksotik dan gosip yang modern menjadi hal yang unik dan menghibur. Apalagi dengan tamu-tamu Neng Tike (sinden) dari seluruh pelosok nusantara, seolah menegaskan kembali slogan Bhinneka Tunggal Ika yang selama ini telah menghilang. Kebersamaan yang ada di Sinden Gosip menegaskan indahnya kebersamaan yang selama ini seolah raib entah ke mana.


Sadar kinerja
Kamis, 27 Desember 2007 sekitar pukul sepuluh pagi. Sebuah mobil yang bertulis “melayani pembuatan SIM” mangkal di pojok Simpang Lima. Saya tercengang. Sesaat kemudian, saya teringat dengan pemberitaan di sebuah televisi nasional tentang pelayanan pembuatan SIM di kota Surabaya. Di ibu kota Jawa Timur tersebut, pelayanan pembuatan SIM lebih dipermudah lagi. Pos pelayanan pembuatan SIM terdapat di mal-mal kota itu. Selain itu penetapan harganya juga relatif lebih murah, yaitu Rp 85.000,00. Kenapa saya katakan murah? Sekitar pertengahan tahun 2007, saya membuat SIM di kota Jepara. Kocek yang perlu saya keluarkan saat itu sebesar Rp 200.000,00. Perbedaannya lebih dari 50%.

Tak hanya instansi kepolisian yang memperlihatkan selangkah lebih baik bagi pelayanan kepada masyarakat. Mobil layanan keliling juga dikeluarkan oleh PLN Semarang. Ini tentu berkait dengan kemudahan layanan juga. Beberapa instansi lain, bisa dilihat di televisi. Seperti dinas pajak dengan program-programnya yang banyak disosialisasikan di televisi, dinas pendidikan yang bekerja sama dengan pihak televisi swasta dengan membuat talkshow, dan yang paling hangat adalah program Visit Indonesia oleh dinas kebudayaan. Meskipun masih banyak kekurangan, dengan awal yang baik ini, semoga semakin banyak kepedulian semua pihak khususnya pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin terdepan. Bukan soal korupsi, pembalakan liar, hobi impornya, atau memburu barang-barang bekas luar negeri.


Sadar Lingkungan

Tak ada yang bisa memprediksi kapan bencana akan datang, begitu pula krisis sosial. Yang bisa dilakukan adalah merevitalisasi keadaan. Bertindak sesuai kemampuan, mulai sekarang. Seperti yang dilakukan oleh warga dan berbagai komunitas pemerhati budaya Yogyakarta untuk menyelamatkan bangunan kuno yang hancur pascagempa. Jogja Heritage Society mencatat, dari 150 rumah Joglo yang ada, 88 mengalami kerusakan. Ada 8 bangunan yang ambruk, 47 rusak berat, 16 rusak sebagian, dan 17 rusak-rusak. Pemilik rumah yang kebanyakan berprofesi abdi dalem dan perajin perak tentu merasa berat untuk membangun kembali Joglo yang biaya restorasinya bisa mencapai Rp 150 – 450 juta. Atas prakarsa Pusaka Yogya Bangkit untuk mencari orang tua asuh untuk perbaikan kembali joglo-joglo yang mengalami kerusakan, beberapa rumah joglo bi kampong Kudusan, Jagalan, Kota Gede kembali berdiri kokoh.

Sebagai langkah preventif, Tri Rismaharini bisa menjadi contoh. “Saya selalu panik kalau ada angin kencang, khawatir pohon di jalanan pada roboh,” kata Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Surabaya kepada Tempo. Kekhawatiran Tri Risma tentu beralasan. Kerusakan lingkungan Indonesia yang semakin parah menyebabkan alam mulai tak ramah. Puting beliung, banjir, tanah longsor, gempa bumi, hampir tiap saat menghiasi layar kaca, menjadi headline media. Untuk mengantisipasi hal itu, Tri Risma menghijaukan Surabaya. Jalan-jalan protokol Surabaya ditanaminya aneka jenis tanaman dari kebun bibit wonorejo. Sebanyak 300 pegawainya dikerahkan.

Selain menyulap Taman Bungkul yang dulu kumuh menjadi tempat yang nyaman untuk bersantai, ia juga berencana akan mengubah area seluas delapan hektare di kecamatan Lakarsari dan Taman Flora di kawasan Bratang menjadi hutan kota dan pusat flora.

Geliat energi positif yang semakin nampak di berbagai bidang, diharapkan lebih mempercepat laju peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Laiknya keoptimisan Kartini yang menyebutkan bahwa Habis Gelap Terbitlah Terang.

Read More......

Sunday, February 3, 2008

Cak Nun: Macan Berlaku Tikus

(Seputar Indonesia, 12 Januari 2008)

Apa komentar Anda jika seorang Cak Nun mengatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Saya secara spontan akan mengatakan ‘Ya’. Kenapa? Sejak kecil, semenjak belajar di sekolah dasar sekitar tahun 90-an awal, kata-kata itu sering saya dengar dari guru-guru saya. Sampai sekarang dan sampai kapan pun saya yakin masih tetap melekat dan tak akan luntur.

Bukan omong kosong meskipun dulu yang saya pahami, besarnnya Indonesia adalah besarnya tanah air dengan kekayaan alam yang sangat melimpah. Hutan, tambang, hasil kelautan, dan dari kesuburan tanah hingga apapun yang ditanam pasti bisa tumbuh dan menghasilkan.

Kebesaran Indonesia yang saya tahu juga berkat kebesaran nama Soekarno yang membawa Indonesia bisa dipandang di tingkat dunia. Lalu, setelah semuanya hilang, masihkah Indonesia menjadi negara yang besar?
Saya sadar, pemikiran saya terlalu cupet dalam memandang makna “besar” Indonesia?

Dan saya masuk dalam jajaran pemalas seperti yang diungkapkan Cak Nun dalam esainya, 12 Januari 2008 di Koran Seputar Indonesia (Sindo). Daripada mikir jauh ke belakang, mending dolan ke mal dan creambath di salon atau main gaple. Akhirnya kita tidak mengerti macan kita sehingga berlaku sebagai tikus. Kita selalu bilang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar: ternyata itu omong kosong dan bohong mlompong. Pernyataan bahwa kita adalah bangsa besar bukan pernyataan ilmiah, bukan pernyataan sejarah, bukan pernyataan spirit, bukan pernyataan kesadaran.

Lalu, Anda akan sedikit mengerti ‘Kebesaran Indonesia’ jika membaca tulisan Emha Ainun Najdib di dalam esainya dengan judul “Macan Berlaku Tikus”.

Esai itu konvensional, sebuah tulisan yang berisikan tentang bagaimana manusia Indonesia bersikap atas bangsanya sendiri. Tentu setelah mengerti dan mencoba memahami karekteristik manusia-manusia di dalamnya. Meski tulisan tersebut cukup biasa, namun bagi saya, sanggup memacu otak untuk berpikir dan merenung sejenak melihat apa yang sedang terjadi. Bagi saya esai ini menarik. Inspiratif.

Malu, kata Cak Nun, kalau bangsa ini nantinya hanya sepadan dengan Bush, Howard, atau malah kepada dua orang itu saja takut.

Malu, katanya pula, hanya karena klenik kebatinan khayalan yang bernama Rambo saja takut dan takluk. Hanya beberapa film saja mosok sudah cukup untuk dipakai mencuci otak ratusan juta manusia yang aslinya macan, sehingga berubah menjadi tikus. Menjadi bangsa yang kerdil, yang tidak percaya diri, pesimis, hingga mimpipun harus “impor” dari Hongkong, Macau, ataupun Hollywood. Kurang berani berpikir sendiri, sapere aude.

Sedangkan di sisi lain, penjual-penjual mimpi seperti parpol, yang melahirkan pemimpin besar, kurang memberi angin segar untuk bangsa. Kebanyakan dari mereka hanya berpikir menang meraih kursi kepresidenan

Jadi apapun parpol yang membangun diri, siapapun tokoh yang muncul,mbok ya punya cita-cita besar bertingkat dunia. Pahami bangsamu dengan seksama seluruh seginya luar dalam esok dan masa silamnya, dari situ kita gali cita-cita mendunia. Indonesia bisa menjadi mercusuar dunia. Indonesia menjadi pusat dunia. Indonesia menjadi Ibukota Dunia, sesudah Indonesia menemukan Ibukota sejatinya dan pindah dari Jakarta ke situ.

Pemimpin besar harus berpandangan futuristik. Berpikir bagaimana membangun bangsa tanpa harus menggantungkan diri pada negara lain. Bagaimana mendapatkan dana tanpa harus menjual aset-aset penting negara yang seyogyanya untuk kepentingan rakyat.
.

Bahkan tidak mustahil pemimpin Indonesia mampu lebih tajam dari De Gaull, lebih futurologis dari Lincoln, bahkan ada ratusan ribu pemimpin dunia yang bisa menjadi adrenalin dan aliran darah hangat seorang pemimpin baru Indonesia.

Tuhan pernah berkata jika tidak salah bunyinya seperti ini: Ud’uni Astajib Lakum; mintalah kepadaKu niscaya Aku akan mengabulkannya untukMu. Jadi mulailah bermimpi besar dan Anda akan menjadi “besar”. Andrea Hirata sudah membuktikannya, pengalamannya bisa dibaca dalam karya tetraloginya, Effendi Ghozali sudah memberi motivator dengan News.com-nya yang selangkah lebih maju, tak hanya berani bermimpi; “jangan hanya bisa mimpi, mulailah bergerak”. Dan Cak Nun melahirkan tulisan ini, menjadi motivator saya untuk bergerak.

Cak, mimpimu bukan hanya utopia dan omomg kosong. Tulisanmu tak akan sia-sia. Akan ada ribuan penelitian yang lahir bahkan ribuan buku akan terbit dari sejengkal tulisanmu di Koran tersebut. Salah satunya adalah tulisan ecek-ecekku yang mungkin tidak banyak berpengaruh untuk bangsa, namun mimpimu adalah mimpiku. Secercah harapan pasti akan lahir.

Read More......