Sunday, May 11, 2008

Ceriwis: Mari belanja ke Singapura, Bu’…

Jumat siang sekitar pukul satu, saya nonton reality show yang dibawakan Indie Barens dan Indra Bekti. Sebuah tontonan yang cukup banyak penggemar karena terbukti bisa bertahan cukup lama. Mungkin sekitar enam tahun, saya tidak tahu pasti. Suksesnya acara ini juga bisa dilihat dari banyaknya iklan yang mereka dapat. Jika dulu iklan tak pernah masuk dalam acara (dipromosikan Indie Barens dan Indra Bekti langsung), sekarang kita bisa melihat aksi mereka dengan produk-produk sponsor yang diterima.

Ceriwis merupakan tayangan yang menghibur, termasuk tayangan yang dibuat tidak untuk beridealisme tingkat tinggi. Atau bisa dikategorikan tayangan yang komersil. Jadi sangat wajar jika produk (acara) dibuat untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Ceriwis bagian dari pohon duit Trans TV.

Dua hari yang lalu, 9 Mei 2008, saya melihat ceriwis dengan iklan yang bagi saya cukup mengejutkan. Background layar memperlihatkan gambar patung singa, dan sekaligus menampilkan keindahan kota berikon singa itu. Sejenak kemudian, beberapa perempuan Indonesia bercerita dengan wajah berbinar. Mereka memenangkan undian belanja ke negara tersebut.

Selanjutnya bisa ditebak, konsep acara hari itu dibuat “Singapura banget”. Panggung ditata seperti pusat perbelanjaan, dan perempuan-perempuan pemenang undian memperagakan berbelanja di Singapura . Satu lagi, Indra Bekti ditata laiknya perempuan dengan wig blow pendeknya, dan baju lengan terbukanya. Perubahan Indra Bekti menjadi perempuan seolah-olah melengkapi sebuah makna yang dimunculkan bahwa Singapura adalah surga belanja bagi perempuan.

Singapura cukup lihai memilih ceriwis sebagai partner promosinya. Di samping rating ceriwis cukup tinggi, penggemar yang sebagian besar ibu-ibu, merupakan aset yang sangat potensial untuk menggaet turis Indonesia untuk program Wisata belanja Singapura. Apalagi celotehan-celotehan khas ceriwis cukup ampuh mempengaruhi masyarakat. Inget dong..dong..dong..yang pernah cukup populer di masyarakat, kata ‘baguuuus…’ juga pernah melejit, dan akhir-akhir ini kata Bu’ sangat sering didengar di mana-mana. Lalu bagaimana pengaruh promosi Wisata Belanja Singapura terhadap masyarakat Indonesia?

Sejenak kita tinggalkan tanda tanya di atas dan coba menengok bulan-bulan akhir di tahun 2007. Ada apakah gerangan di akhir tahun tersebut?

Akhir 2007 merupakan bulan yang sempat heboh dengan pemberitaan promosi wisata Malaysia yang memakai Reog Ponorogo sebagai komoditas wisatanya. Kementerian Malaysia menyebut Reog Ponorogo dengan Tari Barong. Mereka berdalih bahwa Tari Barong merupakan salah satu budaya Malaysia yang sudah lama menjadi milik masyarakat Malaysia. Masyarakat Indonesia tidak terima, dan berita di media-media di Indonesia banyak menurunkan pemberitaan tersebut, tak terkecuali Trans TV.

Saya menangkap alasan penurunan berita tersebut tak lain karena nasionalisme yang dimiliki masing-masing insan media terhadap bangsanya. Mereka tidak rela jika aset bangsa yang menjadi kekayaan Indonesia lebih memberi kemanfaatan bagi bangsa lain. Penurunan berita tersebut, selain menumbuhkan rasa kepemilikan aset bangsa bagi masyarakat, juga sebagai ajang pemersatu masyarakat Indonesia.

Dengan adanya berita tersebut, media juga sangat diuntungkan. Kasus yang menyangkut permasalahan orang banyak tentu sangat diminati, dan ujung-ujungnya adalah rating dan keuntungan sebesar-besarnya bagi pelaku bisnis. Dan akhirnya, apa sebenarnya yang ada di pikiran pebisnis-pebisnis media dengan penayangan berita semacam itu? Tiap media pasti mempunyai alasan yang berbeda-beda.

Lalu bagaimana dengan iklan promosi wisata belanja Singapura yang ditayangkan ceriwis? Tentu sangat kontras dengan kejadian akhir 2007 lalu saat Trans TV sangat getol menurunkan berita tentang Tari Barong Malaysia. Sebuah tanda sempat terlintas, “Malaysia no, Singapura yes”. Adakah yang istimewa dengan Singapura? Tentu saja negara Singa itu sangat menggiurkan iming-iming dolarnya.

Hal yang sangat menyedihkan ketika kita mengingat bahwa tahun ini adalah tahun ditetapkannya program “Visit Indonesia 2008” oleh pemerintah. Indonesia berusaha menggait turis masuk ke dalam, dan ceriwis berusaha mencari orang-orang yang bersedia membelanjakan uangnya ke negara tetangga.

Mei bulan kebangkitan Nasional

Beberapa iklan yang tayang di televisi, akhir-akhir ini agaknya ada yang berbeda. Iklan indosat dan telkomsel misalnya memilih konsep cinta tanah air untuk iklan terbarunya. Pemilihan konsep yang tidak seperti biasanya ini tentu beralasan. Jika boleh ditelusuri, dan dikaitkan dengan penayangannya pada bulan Mei tentu berkait dengan keberadaan bulan ini yang istimewa. Mei, tepatnya tanggal 20, adalah Hari Kebangkitan Nasional. Jadi sangat wajar jika kedua iklan operator terkemuka di Indonesia itu lebih menjatuhkan konsep nasionalisme untuk memengaruhi penggunanya.

Tujuan yang bisa dilihat dari adanya kedua iklan itu sudah sangat jelas, yaitu komersialitas. Tanpa diamati lebih mendalam pun tujuan iklan tersebut sudah sangat tertebak karena alasan yang sangat mendasar dari sebuah penayangan iklan adalah menggaet konsumen. Namun yang perlu digarisbawahi, jika kita ingin melihat segi positifnya adalah penghargaan terhadap bulan Mei sebagai bulan Kebangkitan Nasional.

Sebuah iklan yang bertujuan dasar komersil dan sebuah program televisi yang berdasar sama, komersialitas. Namun, bisakah perhitungan keuntungan dipertajam dengan dampak yang diakibatkannya?

Pengaruh ceriwis yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat tentu tidak menutup kemungkinan ajakan Indie untuk beramai-ramai belanja ke Singapura juga diikuti masyarakat. Akankah masyarakat yang konsumtif akan dibawa semakin konsumtif?

2 comments:

GagasanRingan said...

itu "hebatnya" orang indonesia mbak. ngakunya kembang-kempis secara ekonomi tapi kenyataane justru negara singa dan negara lainnya mengambil kebiasaan buruknya (konsumtif).
katanya negara miskin, kenyatane mobil mewah semakin memenuhi jalanan saja, motor apalagi. handphone tiap bulan diganti dan terus membanjiri pasar indonesia. semua produk bisa dikredit. di batam (mungkin juga di smg) skr ada kacamata di kredit, buku di kredit. wis pokoke apa aja lah.

JAWA said...

emang bener sih,Mas. kalau mereka bisa memanfaatkan kebiasaan buruk kita kenapa kita tidak mencoba untuk mencari kebiasaan buruk mereka utk "diusahakan" juga ya...
tapi kyaknya masy kita tak begitu suka mikir kayak begituan deh...
tapi ya, kita coba lihat aja nanti...